62.8 FM Idola Radio the best music station.. Nggak terasa sudah 1 jam saya menemani listeners semua di acara Music Is My Life. Sekarang waktunya saya, Gabriel Stevent gantian sama penyiar lainnya yang nggak kalah asik. Lagu terakhir untuk kalian, Is It Any Wonder dari Keane. Thanks!
Gabriel menaikan volume lagu dan mengecilkan volume microphone-nya. Lalu dengan sumringah ia melepaskan headsetnya. Ia meraih tasnya yang ada dibelakang studio. Ia keluar dari ruangan dengan berjingkat sedikit. Saat ia keluar dari ruangan, Rio geleng-geleng melihat tingkah kawannya itu.
“Ngapain sih lo jingkat-jingkat gitu?” ujar Rio geli. Gabriel hanya tertawa sambil melangsungkan langkahnya ke kulkas yang ada di dekat Rio dan mengambil kopi kalengan.
“Woy jatah gua tuh!” teriak Rio protes.
“Elah, minta Yo. Gua nggak sempet belanja nih. Kuliah numpuk.” Jawab Gabriel sambil terus meneguk kopi kalengannya (sebenarnya kopi kalengan Rio).
“Yaudah, gua berangkat ke kampus ya. Eh, gimana rating acara kita Yo?” Tanya Gabriel sambil tetap memegang kopi kalengannya. Rio langsung sumringah.
“Banyak yang suka Yel, tiap hari SMS ada kali seratus SMS masuk buat acara lo doang.”
Gabriel tersenyum, “Baguslah. Eh, gua kekampus ya!”
Gabriel berlari meninggalkan Rio yang geleng-geleng kepala lagi melihat tingkah Gabriel.
***
Gabriel mengaduk-ngaduk mie ayamnya yang berwarna merah karena terlalu banyak dicampur saus sambal. Seseorang menepuk bahu Gabriel.
“Hey!”
Gabriel menoleh.
“Eh Angel, duduk Ngel,” Ujar Gabriel ramah. Angel duduk dihadapan Gabriel.
“Gimana kuliah? Udah beres?” Tanya Angel.
“Belom, masih ada lima semester lagi plus skirpsi..”
“Maksud gua hari ini.”
“Iya.. Bercanda gua..” ujar Gabriel sambil tertawa kecil. Angel ikut tertawa. Angel melirik kearah meja Gabriel dan tersenyum melihat kopi kalengan rasa Latte, minuman favorit Gabriel. Bahkan ketika mereka dulu masih menjalin hubungan.
“Masih suka kopi Latte?” Tanya Angel. Gabriel mengangkat wajah dan melirik kearah kopinya.
“Masih,” ujar Gabriel sambil terus mengaduk-aduk mie-nya.
“Oh iya, gimana kabarnya Alvin? Lo masih sama dia kan?” ujar Gabriel. Angel tersenyum.
“Udah nggak Yel. Sekitar sebulan yang lalu lah..”
Gabriel merasa tidak enak hati telah menanyakan itu, “Eh sorry.. Gua nggak tau kalian..”
“Ya, nggak apa-apa Yel. Kita putus baik-baik, dia aja masih sering nganterin gue balik dari kampus..”
Gabriel manggut-manggut.
“Kalo.. Lo.. Gimana..?”
Gabriel diam. Kaget ditanya seperti itu.
“Gua? Ya.. Gini-gini aja hidupnya..”
“Masih siaran?”
Gabriel mengangguk.
“Kalo pacar? Jelas udah punya dong..”
Gabriel tertawa kecil, “Sampai saat ini belum tuh Ngel.”
“Masa? Semenjak putus sama gue belom ada lagi?”
Gabriel tersenyum sambil mengaduk-aduk mie ayamnya.
“Masih pengen ke Belanda?”
Gabriel menatap Angel, lembut.
“Masih banget..” Angel agak kikuk ditatap semacam itu oleh Gabriel, orang yang pernah mengisi hidupnya. Terakhir ia ditatap semacam itu oleh Gabriel sekitar 2 tahun yang lalu, waktu mereka pernah menjalin hubungan khusus. Hubungan itu berlangsung selama satu tahun, saat Angel akhirnya memutuskan untuk sekedar berteman dengan Gabriel.
“Ehm.. Yel. Gua duluan ya kalo gitu..” ujar Angel sambil bangkit dari kursinya. Gabriel mengangguk.
“Salam buat Papa Mama ya..”
Angel tersenyum dan berlalu meninggalkan Gabriel dengan mie ayamnya.
***
Beberapa tahun yang lalu, saat Gabriel masih SMA.
“Kamu tuh, di cafĂ© gini minumnya teteep kopi kaleng.. Emang segitu enaknya ya?” ujar Gabriel sambil duduk dihadapan Sivia. Sivia menaruh buku yang sedang dibacanya ke atas meja.
“Iya dong. Daripada kita harus ke Starbucks beli kopi yang harganya sama kayak uang saku aku sehari, mendingan beli kopi beginian yang paling mahal cuman Rp8000.” Ujar Sivia sambil tersenyum senang. Gabriel selalu suka dengan ekspresi wajah Sivia yang seperti ini, tersenyum dengan penuh kemenangan.
Gabriel bangkit dari kursinya dan membeli sebuah kopi kalengan yang sama merk dan rasa seperti Sivia. Sivia tersenyum melihat kelakuan Gabriel.
“Ecie.. Ngikutin nih ceritanya?” goda Sivia. Gabriel tersenyum dan meminum kopi kalengannya.
“Tapi bagus juga tuh Siv..”
Sivia menoleh ke arah Gabriel dengan tatapan heran.
“Bagus apanya?”
“Berarti aku nggak usah capek-capek ngajak kamu jalan ke Starbucks ya? Kita jalan-jalan ke supermarket aja..”
“DASAR!!” ujar Sivia sambil memukul badan Gabriel dengan buku yang dipegangnya. Gabriel tertawa puas.
***
“Tapi kenapa Via? Aku siap nunggu kamu sampai kapanpun!” ujar Gabriel tidak terima.
“Kita nggak akan bisa long distance seperti ini, Gab. Aku nggak mau mengikat kamu dalam hubungan kita karena keputusan aku sendiri. Kamu berhak bebas,” ujar Sivia sambil menunduk. Gabriel tau, SIvia saat ini sedang memendam emosinya, terlihat dari suaranya yang gemetar.
Gabriel setengah berlutut dihadapan Sivia. Memegang bahu Sivia.
“Via.. Aku janji akan setia sama hubungan kita selama kamu di Belanda.. Karena emang nggak ada orang lain dihati aku selain kamu, Siv..”
Sivia menatap mata Gabriel.
“Hubungan itu nggak bisa dipaksakan Gab..”
“Kamu udah nggak sayang sama aku?”
“Aku sayang, sayang banget sama kamu Gab. Tapi semua udah jelas, kita nggak bisa mempertahankan ini semua. Belanda itu tempat yang jauh Gab. Aku juga bakalan sibuk disana.. Tolong kamu mengerti..”
Gabriel menghembuskan nafasnya berkali-kali. Ia sangat tidak mengerti dengan keputusan Sivia yang memutuskan hubungannya yang sudah berjalan selama hampir 3 tahun hanya karena long distance. Tapi Gabriel berusaha mengerti dengan keinginan Sivia itu.
“Via..,” lirih Gabriel.
Sivia menoleh perlahan kearah Gabriel.
“I’ll be waiting for you. Always. Cinta tidak harus memiliki kan?” lirih Gabriel. Kata-kata Gabriel tadi semakin membuat Sivia berat untuk melepaskan Gabriel.
“Iya..”
“Jadi boleh kan aku tetap mencintai kamu? Meskipun kamu nggak ada disini?”
Sivia diam, bingung. Tidak bisa menjawab.
“Kamu nggak perlu ngejawab Siv. Kalau kamu larangpun aku tetap mencintai kamu, disini..”
Sivia tersenyum, “Itu hak kamu Gab..”
***
Gabriel mengeluarkan handphonenya dari saku celananya.
“Hee?” ujar Gabriel.
“Woy dimana lo? Punya jam nggak sih? Liat sekarang jam berapa!”
Gabriel menjauhkan teleponnya dari kupingnya.
“Ini gua udah dijalan Yo.. Nyante..”
“Yaudah cepetan!”
Klik. Telepon terputus. Gabriel menghela nafas dan berlari menuju studionya yang berada disalah satu gedung besar di Jakarta. Lalu ia masuk ke ruangan studionya.
“Tuh kan gua nyampe.. Makanya biasa aja napa,” ujar Gabriel sambil melepas jaketnya. Rio keluar ruang studio dan menghampiri Gabriel.
“Yaudah cepet masuk tuh. 3 menit lagi on air.”
“Siap tuan Mario Umari..” ujar Gabriel sambil berlari ke ruangan studio. Rio hanya geleng-geleng.
Gabriel duduk di kursi sambil memasang headset dikepalanya. Ia menunggu aba-aba dari Rio.
62.8 FM Idola Radio the best music station! What’s up listeners? Ketemu lagi dengan gue Gabriel Stevent di acara Music Is My Life.. Yang mau request, silahkan SMS ke nomor 08889996288. Satu lagu mau gue persembahkan buat seseorang diluar sana yang pernah gua janjikan untuk menunggu dia sampai dia kembali. From Sheila On 7 with Radio.
Gabriel mengecilkan volume microphonenya dan mengutak-atik winamp-nya untuk menyusun lagu-lagu yang akan ia putarkan. Setelah itu dia diam. Salah satu lirik lagu membuatnya kembali duduk tegap.
Dia sgalanya bagiku
Dia sgalanya bagiku
Apa yang terjadi jika
Kugagal menemukannya
Gabriel terdiam. Bahkan sampai sekarang dia tidak tau keadaan Sivia disana. Sivia.. Sivia. Dimana kamu sekarang?
***
“Eitts, ada neng Ipy..” ujar Gabriel ketika melihat Ify tengah duduk diruang tunggu radio. Ify tersenyum seraya meletakkan majalahnya dimeja.
“Eh, apa kabar Yel?” ujar Ify. Gabriel duduk disofa yang diduduki Ify.
“Sehat sentosa.. Nungguin Rio?” Tanya Gabriel basa-basi. Ify mengangguk. Rio muncul dari balik pintu ruang operator dan duduk disebelah Ify.
“Lo langsung ke kost-an Yel?” ujar Rio sambil memakai kaos kakinya. Gabriel mengangguk.
“Iya, gua puyeng nih tadi keujanan.”
“Tapi jangan jadi alasan besok nggak masuk ya.. Lo kan musti nraktir kita-kita!”
Gabriel heran, “Traktir? Dalam rangka apa?”
Rio dan Ify berpandangan, heran.
“Elo kan besok ulang tahun Yel.. Gimana sih??” ujar Rio sewot.
Gabriel tersenyum, “Oiya ya? Gua kok bisa lupa sih? Tambah tua kali yaa..”
“Kita punya hadiah special buat kamu Yel..” ujar Ify. Rio tersenyum.
Gabriel heran, “Nih kalo lo yang ngomong, Fy, gua percaya. Emang hadiah apaan?”
“Pokoknya rahasia deh! Pasti lo kaget setengah mati. Gua juga udah siapin ambulans kalo-kalo lo mati mendadak. Mending sekarang lo tulis wasiat dulu..” kalimat Rio berhenti saat Gabriel melemparkan permen ke muka Rio.
“Lo yang bener aja deh! Kalian nyusun pembunuhan berencana buat gue ya?”
“It’ll be surprise, Yel. Tunggu aja besok,” ujar Ify sambil bangkit dari tempat duduknya. Rio mengikuti.
“Kita duluan ya, Yel..” ujar Ify lagi. Gabriel mengangguk.
Hadiah special? Apasih? Ah udah lah, besok dia juga tau.
“Peten! Agni! Gua duluan ya!” ujar Gabriel sambil pamit kepada Patton dan Agni yang sedang bertugas untuk siaran.
***
“Tok tok tok..” terdengar suara pintu diketuk. Gabriel terbangun. Lalu menggeliat dengan malas.
“Siapa sih nih.. Pagi-pagi juga..” ujar Gabriel dalam hati. Dengan berat hati, Gabriel melangkah ke depan pintu kamarnya.
“Bentar, bentar..”
Tampak sosok Ify dan Rio didepan pintu kamar kost-nya.
“Napa Yo? Bukannya gua nggak ada jadwal siaran ya hari ini?”
“Bukan gitu, kunyuuk. Hari ini kan hari ulang tahun lo..” ujar Rio sambil merangkul pundak sahabatnya itu dan mengacak-acak rambutnya. Gabriel tertawa senang.
“Hahaha.. Thanks ya bro. Thanks ya Fy..” ujar Gabriel. Ify dan Rio hanya tersenyum.
“Nah,” ujar Ify.
“Kan kemarin kita udah ngomong kalo kita punya kejutan special buat kamu nih Yel..”
Gabriel mencermati kata-kata Ify.
“Iya, terus?” Tanya Gabriel tidak sabar.
“Udah deh.. Lo mandi dulu sana. Kita bakal pergi ke suatu tempat!” ujar Rio sambil mendorong badan Gabriel. Gabriel menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal itu. Tapi ia tetap menuruti keinginan Rio dan pergi kedalam untuk mandi.
***
“Emangnya kita mau kemana sih?” ujar Gabriel heran. Rute ini sama sekali tidak diketahui oleh Gabriel, meskipun dia sudah lama tinggal di Jakarta.
“Diem aja deh…” ujar Rio sambil tetap memfokuskan diri kearah jalanan. Ify pun hanya tersenyum.
“Dear Mario dan Alyssa Haling.. Please deh! Nggak usah pada rahasia-rahasian gini kenapa?” ujar Gabriel setengah memaksa.
“Udah deh Yel, kita nggak bakalan nyulik kamu kok,” ujar Ify tenang. Gabriel hanya tersenyum kecut melihat tingkah kedua pasangan ini.
Sesampainya disuatu resto di salah satu sudut kota Jakarta, mobil yang dikendarai Rio berhenti. Rio dan Ify turun dari mobil, diikuti oleh Gabriel yang masih bingung dengan tingkah mereka berdua. Saat masuk kedalam resto, Ify berlari menuju seseorang yang tengah duduk sendiri.
Gabriel mengucek matanya. Tidak percaya.
“Via.. Yaampun, udah berapa lama kita nggak ketemu ya?” ujar Ify sambil memeluk sepupunya itu. Sivia hanya tersenyum menanggapinya.
Gabriel tidak dapat bernafas. Sosok yang selama ini ia tunggu kini tengah tersenyum melihatnya. Rio menepuk pundak sahabatnya itu.
“Sana,” bisik Rio.
Gabriel menoleh kearah Rio sambil menelan ludah. Gabriel melangkahkan kaki ke arah Sivia, walaupun ia benar-benar merasakan bahwa kakinya lemas.
“Apa kabar Via..” ujar Gabriel sambil (berusaha) tersenyum. Sivia membalas senyuman Gabriel dengan tenang.
“Baik. Kamu apa kabar Gab?”
Gab. Cuma satu orang yang memanggil Gabriel dengan sebutan ‘Gab’. Dan itu hanya disebutkan oleh Sivia, orang yang pernah ada dihatinya, bahkan sampai saat ini.
“Baik juga,” ujar Gabriel kali ini lebih memberanikan diri menatap mata Sivia. God.. Sivia benar-benar membuatnya melting. Gabriel hampir saja lupa adab menjadi seorang laki-laki.
“Jadi, kita duduk disana aja yuk?” ujar Ify sambil menunjuk sebuah meja dengan empat kursi yang terletak dipojok resto. Rio merangkul pundak Ify dan berjalan kearah meja itu. Disusul oleh Gabriel dan Sivia.
Sesampainya dimeja, perbincangan terus berlanjut.
“Jadi kalian udah saling kenal ya?” Tanya Rio pura-pura. Gabriel melotot kearah Rio. Sivia tertunduk malu.
“Ngobrol dong dear.. Katanya udah lama nggak ketemu?” ujar Ify. Gabriel dan Sivia hanya diam. Rio dan Ify berpandangan. Ify mengeluarkan Blackberry-nya dan menuliskan sesuatu di BBM-nya.
Handphone Rio berbunyi.
Yo, I think we should do the B plan.
Rio tidak membalas BBM tersebut dan menatap Ify yang memberikan isyarat untuk Rio.
“Aduuh..” ujar Ify tiba-tiba sambil memegangi perutnya. Semua tampak melihat kearah Ify.
“Kenapa Fy? Maag kamu kumat?” ujar Rio sambil bangkit dari kursinya dan setengah berlutut dihadapan Ify.
“Kayaknya deh Yo..”
“Yaudah, aku anterin kamu balik dulu ya Fy..” ujar Rio sambil membantu Ify berdiri.
“Kamu nggak apa-apa Fy?” Tanya Sivia khawatir sambil bangkit dari kursinya. Gabriel juga bangkit dari kursinya.
“Nggak apa-apa Siv.. Aku pulang bentar ya? Ngambil obat, nanti aku balik lagi kesini..” ujar Ify. Sivia mengangguk.
“Sorry ya Yel, gua nganter Ify dulu,” ujar Gabriel.
“Hati-hati ya Yo, Fy.” Ujar Gabriel sambil melambaikan tangannya kearah Rio dan Ify yang sudah keluar dari cafĂ©.
Kini, Gabriel tengah berdua saja dengan Sivia.
“Jadi,” lirih Gabriel memecah keheningan. Sivia mengangkat wajahnya.
“Gimana Belanda?” ujar Gabriel lagi.
Sivia tersenyum, “Ya gitu deh. Aku harus banyak adaptasi sama bahasanya. Soalnya beberapa dari mereka banyak yang nggak pake bahasa Inggris gitu,”
“Oh,” ujar Gabriel.
“Terus..” ujar Gabriel tiba-tiba. Sivia menatap wajah Gabriel.
“Disana ada yang jualan kopi kalengan?”
Sivia tertawa, “Sayangnya jarang, Gab. Kalaupun ada, harganya itu lho.. Jadi aku seneng bisa balik lagi ke Indonesia.”
“Seneng gara-gara kopi-nya murah, atau karena..”
Sivia menatap Gabriel heran, “Karena apa?”
Gabriel menggeleng, “Nggak. Nggak apa-apa. Oh iya, kita belom mesen apa-apa loh!”
Gabriel kemudian memanggil pelayan.
“Want to eat something?” Tanya Gabriel. Sivia menggeleng.
“Nggak, aku udah makan dirumah.”
Gabriel mengangguk.
“Aku pesen ya? Soalnya Rio sama Ify tadi nyulik aku pas pagi buta, jadi aku nggak sempet sarapan..”
“Oh, iya, sampe lupa deh..” ujar Sivia sambil mengambil sesuatu dari tasnya. Gabriel menatap Sivia heran.
“For you,” ujar Sivia sambil menyerahkan bungkusan berwarna biru untuk Gabriel. Gabriel meraih bungkusan tersebut.
“Apa nih?” Tanya Gabriel.
“Happy birthday ya,” ujar Sivia senang. Gabriel tertawa.
“Wah.. Thanks ya..” ujar Gabriel sambil meletakkan bungkusan tadi ke bangku kosong disebelahnya.
“Mas, pesen kopi kaleng rasa latte dua, sama makannya..”
“Mie ayam pedes, nggak usah pake sayur.” Lanjut Sivia. Gabriel menoleh sambil tersenyum kearah Sivia.
Pelayan itu berlalu meninggalkan mereka berdua.
“Kalo kamu, gimana Gab?” ujar Sivia. Gabriel mengangkat wajah.
“Gimana apanya nih?”
“Aku denger kamu siaran ya? Sama cowoknya Ify juga?”
Gabriel mengangguk, “Iya. Bisa kebetulan gitu kamu bisa kenal sama Ify. Sebenernya Ify tuh siapa kamu?”
“Ify tuh sepupu aku,” ujar Sivia terputus karena pelayan telah membawakan minuman yang dipesan mereka tadi. Wajah mereka langsung sumringah. Mereka berhenti sebentar untuk meminum minuman masing-masing.
“Kamu..” ujar Gabriel tiba-tiba. Sivia menunggu Gabriel melanjutkan kata-katanya.
“Kamu udah punya cowok disana?”
Sivia tertawa kecil, “Nggak lah, disana aku belajar. Bukan nyari cowok.”
“Kalo kamu masih.. Sama Angel?”
Gabriel langsung berhenti meminum minumannya. Dia tidak menyangka Sivia bisa mengetahui hal itu.
“Nggak. Udah lama banget itu.”
Sivia mengangguk.
“Kamu tau darimana semua tentang aku?” Tanya Gabriel. Sivia tersenyum.
“Aku tau dari Ify. Aku juga sering dengerin siaran kamu streaming di Belanda.” Ujar Sivia sambil meneguk kopi-nya. Gabriel diam, menatap lembut sosok yang tengah dihadapannya ini.
“Aku putus dari Angel karena,”
Sivia berhenti beraktivitas. Kali ini ia mendengarkan kalimat Gabriel lebih seksama.
“Karena nggak bisa ngelupain seseorang dimasa lalu aku..”
Sivia menunduk. Dia tau, kalimat itu ditujukan untuknya. Tapi dia diam.
“Via.. Selama ini aku menunggu kamu. Waktu aku jadian sama Angel pun, aku mencari sosok yang seenggaknya mirip sama kamu. Aku pikir, setelah beberapa tahun kita nggak pernah berhubungan lagi, aku bisa mencoba melupakan kamu. Tapi ternyata..”
“Ternyata aku nggak pernah bisa..”
Sivia merasakan pipinya memerah. God.. Kenapa gue bisa salting dihadapan Gabriel?
“Pipi kamu merah,” goda Gabriel. Sivia semakin kikuk.
“Apaan sih! Disini.. Panas. Gerah nih,” ujar Sivia ngeles. Gabriel tertawa pelan sambil mengambil mie ayam yang telah diaantarkan.
Gabriel meraih saputangan yang ada disakunya. Lalu mengusapkannya ke kening Sivia.
Mengusapkannya ke kening Sivia.
Sivia sudah tidak mengerti bentuk wajahnya saat ini.
“Tuh, pipimu jadi tambah merah Siv..” goda Gabriel. Sivia mencoba tersenyum.
“Itu bikin aku tambah kangen sama kamu..”
“Ah, kamu ngegombal melulu ah..”
“Dih, kok ngegombal sih? Aku beneran Via..”
Gabriel menatap mata Sivia lekat.
“Kamu.. Lagi suka sama sesorang nggak?” Tanya Gabriel. Sivia terbatuk mendengar pertanyaan Gabriel barusan.
“Ah? Maksud kamu?”
“Kalo aku sih lagi suka sama seseorang,” ujar Gabriel sambil meneguk isi kopinya. Sivia menunduk, agak kecewa.
“Siapa?”
Gabriel menaruh kopinya dimeja, “Kamu.”
Sivia menatap wajah Gabriel yang kini tengah menatapnya juga.
“Well, this is my promise to you. I’ve been waiting for you for a long time.” Ujar Gabriel.
Sivia menatap wajah Gabriel sambil tersenyum.
“Actually, I have a news for you.”
Gabriel menatap Sivia heran, “Apa?”
“I’ll stay in Indonesia.”
Gabriel tersenyum senang, “Yang bener?”
Sivia mengangguk.
“So..” ujar Gabriel.
“Are you missing me?” lanjutnya.
Sivia diam. Menunduk, dan meneguk kopinya kembali.
“Honestly, yes.”
“Aku sangat-sangat kehilangan kamu. Dan sekarang aku seneng banget kamu ada disini..”
“Boleh nggak, kita kayak dulu lagi?” lanjut Gabriel. Sivia menunduk.
Sivia mengangguk.
Gabriel tersenyum bahagia, “Thank you Miss Coffee..”
Gabriel meraih tangan Sivia dan menggenggamnya.
“WOOY UDAH PEGANGAN TANGAN AJA!!” teriak seseorang dibelakangnya.
“Rio, Ify? Kok nggak bilang-bilang udah nyampe?” Tanya Gabriel.
“Siapa yang udah nyampe? Orang kita nggak beranjak dari sini kok..” ujar Rio tenang dan kembali duduk disebelah Gabriel.
“Maksudnya??”
“Kita daritadi disini ngawasin kalian..” ujar Ify.
“Masa lo nggak curiga sih Yel, lo tadi mesen mie ayam kan?” ujar Rio.
Gabriel menepuk jidatnya, “Oh iya ya?”
“Udah gua makan, laper gua nungguin lo berdua,” ujar Rio santai. Gabriel menatap Rio tidak percaya.
“DASAR GEBLEK!!” ujar Gabriel sambil mendorong badan Rio sampai hampir terjatuh. Ify dan Sivia hanya tertawa melihat kelakuan kedua cowok didepan mereka.
***